Semua Ada Solusinya
Aku terlahir dari keluarga yang sederhana, Ayah dan Ibuku adalah seorang petani. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakakku perempuan dan adikku laki-laki.
Sejak kecil, aku dilatih mandiri oleh kedua orang tuaku. Ketika aku kelas 4 SD aku ke sekolah sambil berjualan keripik, untuk menambah uang jajanku. Dan aku tidak malu menawarkan keripikku kepada guru-guru di sekolah maupun kepada teman-teman sekelas. Justru aku sangat senang karna aku udah bisa dapet uang sendiri, hehe.
Ketika Mts aku mulai mondok. Tapi bukan seperti pondok yang pada umumnya sekolahnya ada di dalam pondok, aku dan temanku mondok khusus tahfidz tapi sekolahnya diluar pondok. Agak lumayan jauh dari pondok. Jadi dengan kata lain aku mondok ketika pulang sekolah saja.
Selama di pondok, aku menghadapi berbagai keadaan yang mana aku dituntut untuk berfikir dewasa. Tapi di usiaku yang kala itu belum ada 15 tahun, maka aku merasa sangat tertekan. Di pertengahan kelas 2 Mts mulailah beragam konflik muncul. Mulai dari pertemanan, sampai hubungan antara santri dan guru.
Aku yang kala itu masih berusia 13 tahun dan berada di posisi aku merasa dibedakan dengan guruku dan aku sangat merasa tidak nyaman. Bagaimana mungkin aku bisa nyaman tidak diajak berbicara berhari-hari dan didiamkan begitu saja tanpa diberitahu letak salahku dimana. Aku nggak tahan banget ada di lingkungan yang bisa dibilang toxic semacam itu. Memang bukan toxic secara fisik, tapi lebih ngena nya ke mental dan perasaan sehingga aku selalu merasa tertekan dan ketakutan. Hingga suatu hari aku sudah merasa nggak sanggup lagi lalu aku bicara baik-baik kepada Ayah dan Ibuku supaya mereka mau untuk mengeluarkan aku dari pondok.
Sangat rumit prosesnya dengan alasan aku belum khatam maka ga boleh keluar dulu. Aku saat itu berontak sampai nekat berlari dari pondok dan aku ga mau pulang lagi ke pondok. Dan yang mengurus semua baju dan buku-bukuku yang masih di pondok adalah Ibuku, yaa beliau begitu sabar dan faham dalam menghadapi aku, lovyu Ibuu...
Ketika SMA aku mendapatkan tawaran beasiswa full dari SMA Muhammadiyah Singkut. Aku waktu itu sebenernya nggak mau masuk sana, aku pengennya mondok di Jawa tapi orang tuaku lebih setuju aku sekolah di SMA Muhammadiyah dengan alasan nggak terlalu jauh dari rumah dan itu kan ada asramanya juga. Yaa aku tinggal di MBS (Muhammadiyah Boarding School) selama SMA, meskipun begitu seminggu atau dua minggu sekali ada saja alasanku untuk izin pulang, wkwk. Dan waktu itu belum seketat sekarang jadi kalo mau pulang ya gapapa asalkan izin aja, hehe.
Sewaktu di MBS aku juga ada konflik sama salah satu pengurus MBS tapi bukan asatidzahnya melainkan oknum lain yang masih terlibat di MBS. Aku menceritakan semua yang aku dan temanku alami kepada mudir MBS, karena memang beliau yang menyuruh kami untuk menceritakan apa yang kami alami dan kami menceritakannya secara runtut tanpa editing sedikitpun. Kami meminta agar nama kami disamarkan tapi tetap saja yang namanya tersangka pasti dia tau mana orang yang dicurigainya.
Ketika itu sedang ujian di sekolah dan mudir kami menyarankan agar aku pulang kerumah saja karena di asrama sedang puncak-puncaknya konflik. Takut kami nya nggak fokus. Dann rupanya aku didatangin sampe kerumah dong gaess sama oknum tersebut. Aku yang waktu itu lagi sendirian di rumah dan di datengin dengan tiba-tiba tanpa keramahan dan kehangatan tentunya panik dongg, mana sendirian pulaa di introgasi dengan beragam pertanyaan.
Dan untungnya beliau percaya bahwa bukan aku yang ngadu ke mudir tapi tetap aja mereka masih mencurigai aku. Dan aku sejak saat itu ga pernah lagi pulang ke asrama selama hampir 6 bulan dan aku kembali ke asrama ketika oknum tersebut sudah benar-benar out dari asrama.
Sejak lulus SD hingga SMA aku nggak pernah dikasih kebebasan buat memilih sekolah mana yang aku inginkan, aku selalu nurutin kemauan orang tuaku. Jadi waktu awal sekolah happy nya itu nggak powerfull, biasa aja tapi lambat laun ketika udah nemu temen-temen yang baik dan sefrekuensi maka akhirnya jadi happy juga.
Setelah lulus SMA aku mondok khusus tahfidz, karna itu sudah aku planning kan sejak SMA bahwa aku mau mondok setahun setelah lulus SMA. Dan dalam memilih pondok, orangtuaku baru memberiku kebebasan untuk memilih karena mungkin mereka menganggap aku sudah dewasa dan mereka percaya aku bisa memilih mana yang baik untuk diriku sendiri.
Di pondok, aku bertemu dengan Devi dan Mardiana. Mereka berdua juga punya impian yang sama denganku, menuntut ilmu di negeri kinanah, Mesir.
Sejak SMA, aku punya impian untuk kuliah ke salah satu universitas islam tertua di dunia yaitu, Al-Azhar University Kairo, Mesir. Aku mencari-cari bagaimana caranya bisa kuliah kesana. Aku nyari info-info di google tapi itu pun belum maksimal karena aku gak punya temen yang sevisi denganku. Dan ketika di pondok barulah aku nemuin temen yang sama sevisi denganku maka kami pun mulai jalan beriringan.
Awalnya kami mau ambil jalur pusiba tapi ketika dipikir-pikir kembali, biaya untuk pusiba lumayan mahal karena itu per level ada biayanya dan belum lagi biaya untuk keberangkatannya. Dan April 2021 kemarin aku mencoba untuk ikut tes kemenag dan qodarulloh belum rezekinya lulus. Lalu, dua temanku ini merekomendasikan jalur ma'had, memang terbilang cukup lama prosesnya tapi biayanya terbilang lebih murah dibandingkan dengan pusiba. Tapi lama ataupun sebentarnya proses tergantung dari diri masing-masing.
Dan untuk mencoba kemenag tahun depan aku berfikir, kemenag itu sangat ketat persaingannya, dan masa iya aku udah gapyear satu tahun masa perlu untuk gapyear sampe tahun depan lagii, umurku udah berapa? aku mikirnya begitu karena perempuan selain pendidikan dia juga bersaing dengan umur wkwk. Akhirnya dengan izin dari kedua orang tuaku bismillah aku mengambil jalur ma'had.
Aku menyiapkan pemberkasan seperti paspor, dsb. sejak Februari 2021 dan ketika bulan Oktober barulah mempersiapkan berkas-berkas yang lebih spesifik lagi seperti surat rekomen kemenag, dll. Banyak banget drama yang dilalui selama mengurus pemberkasan ini, dan alhamdulillah Allah tau aku kuat dan aku mampu melewati ini semua. Bulan November kemaren aku sempet nge-down karena orang tuaku belum mengizinkan dengan pasti boleh tidaknya aku berangkat dan aku dengan sabar menunggu keputusan dari orangtuaku dan tidak lelah untuk berdoa minta yang terbaiknya gimana dari Allah. Dan alhamdulillah pertengahan November orang tuaku sudah memberi kepastian tentang izin tersebut.
Dan awal desember sekitar tanggal 11 aku berangkat ke Depok untuk karantina selama dua minggu sambil belajar untuk persiapan tes ma'had. Akhir Desember tanggal 29 dengan izin Allah aku berangkat dari Jakarta ke Kairo, Mesir. Negeri impianku. Dan, tepat 30 Desember 2021 aku benar-benar berhasil menginjakkan kakiku di negeri kinanah, Mesir. Masya Allah, alhamdulillah. Maka nikmat tuhanmu yang mana lagi yang engkau dustakan?
Dan hari ini, sudah sebulan lebih aku berada di negri kinanah ini. Belajar menerima lingkungan baru, makanan baru, dan menemui orang-orang baru dan pengalaman yang baru. Semuanya aku syukuri dan aku jalani sebagaimana mestinya. Meskipun aku disini ma'had dan terbilang lama untuk masuk Univ, tapi aku tetep berhusnuzon bahwa Allah gak akan mungkin ngasih cobaan diluar kemampuan kita, dan juga ketika Allah sudah mentakdirkan aku untuk disini, maka Allah tau bahwa aku bisa menghadapi dan menjalani semuanya.
Tak apa, semua akan baik-baik saja. Karena prosesmu lebih lama dari orang lain, bukan berarti kamu gagal. Kita akan sukses dengan jalan kita masing-masing dan cara kita masing-masing. Itu salah satu prinsip yang aku pegang hingga saat ini.
"Jangan pernah ragu untuk bermimpi, tulis impianmu dengan sedetail mungkin dan percayalah bahwa kamu mampu untuk meraihnya, karena ketika Allah memberimu hasrat (keinginan) terhadap sesuatu maka Allah akan mampukan kamu untuk meraihnya."
Komentar
Posting Komentar