Nostalgia Ramadan
"Nak, bangun udah jam 4, katanya mau sahur", seru ibuku dari dalam dapur.
"Hmm, iyaa Buu sebentar lagii masih ngantuk", jawabku dalam keadaan mata masih terpejam. Dan begitulah drama ketika menjelang waktu sahur. Ibu yang sibuk memasak di dapur, dan aku yang menunda-nunda waktu untuk bangun. Ketika beberapa kali ibuku mencoba membangunkanku dan tidak juga berhasil, kini giliran ayahku yang membangunkanku.
"Nak,mau puasa ngga? bentar lagi azan subuh". seru Ayahku.
Santai namun tegas dan seruan itu sontak membuatku bangun dan terduduk.
"Hmm, iya Yah aku bangun", kataku sambil mengusap mataku supaya kantuknya hilang.
Lalu aku pun bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh muka lalu kemudian menghampiri Ayah dan Ibuku yang sudah siap untuk menyantap hidangan sahur.
"Ayah yang bangunin aja langsung bangun, daritadi ibu berkali-kali teriak ga ada di denger", kata ibuku sambil menyendokkan nasi ke dalam piringku.
"Ehehe iya bu maaf, tadi aku masih ngantuk bangeet", jawabku sambil cengengesan. Lalu kami pun mulai makan dengan lahap. Ya, meskipun sederhana tetapi sangat bermakna sebab bersama dengan orang-orang tercinta.
Selepas sahur, Ibu membereskan bekas makan kami dan mulai untuk mencucinya.
"Bu, taruh saja disitu, nanti biar aku yang mencucinya", sahutku dari dalam kamar.
Nanti-nanti kapan nak? Beres-beres itu enaknya pagi jadi nanti tinggal nyantai.
Begitulah kata Ibu, sambil berlalu mencuci piring.
Aku merasa tak enak, namun kantukku juga tak bisa ditahan dan akhirnya aku memilih untuk tidur lagi karna kebetulan hari ini sekolah libur. Ya, setiap 1 Ramadan proses belajar mengajar di liburkan dan akan masuk kembali pada esok harinya. Satu hal yang paling aku sukai ketika ramadan tiba adalah, kami diberi buku kegiatan selama bulan ramadan yang di dalamnya berisi tentang catatan puasa, solat wajib, solat terawih, bahkan juga kuliyah subuh, yang dibuktikan dengan paraf imam solat untuk kevalidan data tersebut. Berbondong-bondong aku dan teman-temanku datang untuk solat terawih dan meminta paraf dari imam masjid. Berebutan namun tetap tertib begitulah kami setiap malam.
Sepulang dari solat terawih, biasanya aku nonton tv bersama Ayahku sambil menikmati kolak yang masih bersisa saat buka tadi. Sedangkan ibuku, ia memilih untuk tidur. Supaya tidak kesiangan bangun sahur, begitu katanya.
Hmm, tiba-tiba air mataku menetes. Mata yang semula ingin terpejam tiba-tiba kembali segar. Berputarlah semua kenangan indah masa kecil di otakku. Ya, kenangan indah yang ntah kapan lagi bisa kunikmati. Hidup sendiri di perantauan.
Menikmati ramadan seorang diri tanpa keluarga rasanya sepi sekali, sungguh. Menjadi dewasa tak semudah yang dibayangkan. Pahit, getir, dan masamnya kehidupan kini harus ditelan seorang diri.
Komentar
Posting Komentar